I.
Pendahuluan
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi atas karunia yang
telah diberikan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dan bisa
dipresentasikan pada kesempatan kali ini.
Filsafat Islam Modern di semester lima kerap kali dibahas. Perlu
diketahui sebelumnya bahwa zaman modern, pusat kenyataan tidak lagi dicari
dalam Tuhan, tetapi dalam manusia sendiri. Filsafat zaman modern bercorak antroposentris,
artinya manusia jadi perhatian. Filsafat Barat Modern berpusat pada Kant dan
Hegel. Namun pada Filsafat Islam Modern kita akan bahas sekarang dan
selanjutnya. Banyak tokoh yang muncul pada zaman modern, diantaranya
Nashiruddin Thusi, Suhrawardi al-Maqtul, Mulla Shadra dan yang lainnya.
Pembahasan kali ini diabatasi pada salah sau tokoh sesuai dengan silabus mata
kuliah Filsafat Islam Modern yaitu tentang tokoh Muhammad Iqbal. Beberapa
pertanyaan yang sempat dikemukakan oleh pemakalah yaitu siapa Muhammad Iqbal
itu? Apa bukti pemikirannya sehingga ia disebut
sebagai seorang filosof?
II.
Pembahasan
Pembahasan makalah ini meliputi tentang sejarah hidup Muhammad
Iqbal, filsafat ego dan konsep penciptaan. Namun dalam referensi lain kami
menemukan pemikiran-pemikiran Iqbal yang lain yang dirasa perlu untuk dibahas pada kesempatan kali
ini, tentang moral serta beberapa karya Muhammad Iqbal. Selain itu ada pemikiran
Iqbal juga yaitu tentang ketuhanan, materi
dan kausalitas serta insan al kamil, yang tidak dijelaskan dalam makalah saat
ini.
A.
Sejarah Hidup Muhammad Iqbal
Nama : Sir Muhammad Allama Iqbalعلامہ محمد
اقبال
Aliran/tradisi :
Sufisme, Islam, Syi'ah, Ismailiyah
Gagasan penting : Teori Dua-Negara
Dipengaruhi : Aristoteles,
Rumi, Goethe, Nietzsche
Memengaruhi : Gerakan Pakistan, Ali Syariati,
Khalilollah Khalili, Jawdat Said.
Muhammad Iqbal (Urdu: محمد اقبال), (lahir di Sialkot, Punjab, India, 9 November
1877 – meninggal di Lahore, 21 April 1938 pada umur 60 tahun), dikenal juga
sebagai Allama Iqbal (Urdu: علامہ اقبال), adalah seorang penyair, politisi,
dan filsuf
besar abad ke-20.[1]
Pada masa kanak-kanak Muhammad Iqbal belajar
pada ayahnya yang bernama Nur Muhammad yang dikenal juga sebagai seorang ulama.
Kemudian ayahnya memasukkan Iqbal ke Scotch Mission College di
Sialkot agar Iqbal mendapatkan bimbingan dari Maulawi Mir Hasan, teman ayahnya
yang ahli bahasa Persia dan Arab.
Pada tahun 1895 Iqbal pergi ke Lahore, yang menjadi pusat
kebudayaan, pengetahuan dan seni, yang kemudian bergabung dengan perhimpunan
sastrawan. Sambil melanjutkan pendidikan sarjananya ia mengajar filsafat di Government
College. Tahun 1897 ia memperoleh gelar B.A., yang kemudian melanjutkannya
untuk mengambil program M.A. dalam filsafat. Sehingga saat itulah ia bertemu
dengan Sir Thomas Arnold –orientalis Inggris yang terkenal—yang juga
mengajarkan filsafat Islam di College tersebut. Dengan dorongan dan dukungan
Arnold, Iqbal menjadi terkenal sebagai salah seorang pengajar yang berbakat dan
penyair di Lahore. Tahun 1905, ia studi di Cambridge pada R.A. Nicholson,
seorang spesialis dalam sufisme dan seorang Neo-Hegelian, yaitu John M.E..
McTaggart, kemudian ia juga belajar di Heidelberg di Munich. Setelah
menyelesaikan doktornya di Munich pada tahun 1908 dengan disertasi The
Development of Metaphysics in Persia, ia kembali ke Lahore dan mengajar di
Government College dalam mata kuliah filsafat dan sastra Inggris.[2] Nah, dari pembahasan tersebut sedikit terjawab tentang
pertanyaan pemakalah di pendahuluan. Sudah beberapa tahun ia mendalami filsafat
sampai ia memiliki gelar MA, dan juga berkarya dengan sastra.
Selain bidang pendidikan yang Iqbal geluti, namun bidang hukum dan
politik pun ia sempat ikuti. Bahkan ia menjadi tulang punggung partai Liga
Muslim India dan tahun 1926 ia terpilih menjadi anggota Majlis Legislatif di
Punjab. Iqbal mendapat gelar Sir dari penguasa Inggris tahun 1922, dan
gurunya pun mendapat gelar Syams al-Ulama. Ketika fajar 21 April 1938,
dalam usia 60 tahun menurut kalender Masehi, atau 63 tahun dalam kalender
Hijri, Innalillahi wa inna ilaihi raaji’uun Iqbal telah berpulang ke
Rahmatullah.
B.
Karya-karya Muhammad Iqbal
Diperkirakan ada sekitar 21 karya monumental yang ditinggalkan oleh
Muhammad Iqbal, dan salah satu karyanya
yang terkenal adalah Bal-I Jibril (Sayap Jibril)
yang dibuat pada tahun 1935. Karya yang lainnya yaitu:
1.
Ilm
al-Iqtitisad, (1903)
2.
Development
of Metaphisics I Persia: A Constribution to the History of Muslim Philosophy, (1908)
3.
Islam
as aMoral and Political Ideal, (1909)
4.
Asrar-I
Khudi [Rahasia Pribadi], (1915)
5.
Rumuz-I
Bekhudi [Rahasia Peniadaan Diri], (1918)
6.
Payam-I
Masyriq [Pesan dari Timur], (1923)
7.
Bang-I
Dara [Serua dari Perjalanan], (1924)
8.
Self in the Light of Relativity Speeches and
Statement of Iqbal, (1925)
9.
Zaboor-I
‘Azam [Kidung Persia], (1927)
10.
Khusal
Khan Khattak, (1928)
11.
A
Plea for Deeper Study of Muslim Scientist, (1929)
12.
Presidential
Addres to the All-India Muslim Leaque, (1930)
13.
Javid
Nana [Kitab Kebaikan], (1932)
14.
McTaggart
Philosophy, (1932)
15.
The
Recontruction of Religious Thought in Islam
[Pembangunan Kembali Pemikiran Keagamaan dalam Islam], (1934)
16.
Letters
of Iqbal to Jinnah, (1934)
17.
Pas
Chih Bayad Kard Aqwam-I Sharq, (1936)
18.
Matsnawi
Musafir, (1936)
19.
Zarb-I
Kalim, [Tongkat/Pukulan Nabi Musa],
(1936) dan
20.
Armughan-I
Hejaz [Hadiah dari Hejaz], (1938)
C.
Pemikirannya
1.
Filsafat
Ego
Salah satu bukti pemikiran Iqbal adalah filsafat ego. Konsep dasar
dari filsafatnya Iqbal yang menjadi penopang keseluruhan pemikirannya adalah
hakikat ego. Filsafat Iqbal pada intinya adalah filsafat manusia yang berbicara
tentang diri yaitu ego. Karena bagi Iqbal manusia itu adalah suatu kesatuan energi,
daya, atau kombinasi dari daya-daya yang membentuk beragam susunan yang salah
satu susunan pasti dari daya-daya tersebut adalah ego. Dengan demikian apa itu
ego? Bagaimana penjelasan dan perkembangannya? Dan bagaimana keterkaitan dengan
pemikiran di Barat dan Timur tentang ego, berhubung Iqbal pernah belajar di
Barat dan Timur? Mari kita simak
pembahasan berikut.
Ego, kadang kali Iqbal menyebutnya dengan khudi[3], merupakan suatu kesatuan yang riil atau nyata, adalah pusat dan
landasan dari semua kehidupan, merupakan suatu iradah kreatif yang terarah
secara rasional. Karyanya ditulis dalam bahasa Persia dengan bentuk matsnawi
berjudul Asrar-I Khudi, kemudian dikembangkan dalam berbagai puisi
dan dalam kumpulan ceramah yang kemudian dibukukan dengan judul The Reconstruction of Religious Thought in
Islam. Bahasa Persia lah yang dipakai dalam suatu karyanya karena Iqbal
juga pernah belajar bahsa Persia pada seorang guru yang ahli dalam bahasa
Persia dan Arab yang juga kebetulan teman ayahnya. Iqbal juga menerangakan
bahwa khudi merupakan pusat dan landasan dari kehidupan. Hal ini
tercantum pada beberapa matsnawinya dalam Asrar-I Khudi. Salah satu
contoh matsnawinya sebagai berikut:
Bentuk kejadian ialah akibat dari khudi
Apa saja yang kau lihat ialah rahasia khudi
Dijelmakanlah alam cita dan pikiran murni
Ratusan alam terlingkup dalam intisarinya
……………………………………………………
Selain itu Iqbal juga menjelaskan khudi dalam bukunya The
Reconstruction of Religious Thought in Islam bahwa Realitas Tertinggi (Ultimate
Reality) sebagai suatu ego, dan bahwa hanya Ego Tertinggi (Ultimate-Ego)
itulah ego-ego bermula.[4]
Sedikit keluar dari pembahasan yang kami rasa perlu diketahui bahwa
matsanawi dalam persepsi Jalal al-Din Rumi adalah akar dari akarnya
agama (Islam) dalam hal penyingkapannya terhadap misteri-misteri dalam
memperoleh (kebenaran) dan keyakinan. Matsnawi adalah ilmu tentang Tuhan
yang terbesar, jalan yang paling jelas menuju Tuhan dan bukti paling terang
tentang Tuhan. Dan inipun dalam bahasa Persia. Matsnawi
merupakan syair panjang sekitar 25.000 untaian bait bersajak, yang terbagi
ke dalam enam kitab.[5] Hal tersebut adalah persepsi Rumi, yang kami pikir ini apa ada
kaitannya dengan Rumi? Seorang tokoh sufistik, yang lahir di Persia, yang juga
mengembangkan Tarekat Mawlawiyah. Asumsi pemakalah mengaitkan hal tersebut
karena ada kesamaan antara Rumi dan juga Iqbal sama-sama membuat karya dalam
bentuk matsnawi dalam bahasa Persia serta sama-sama tertarik pada dunia
sufistik, dan juga nama seorang gurunya yang bernama Maulawi Mir Hasan. Maulawi
tersebut apa mungkin ada kaitannya dengan tarekat yang dikembangkan oleh Rumi?
Atau itu hanya sekedar nama lengkapnya saja? Apakah kaitan tersebut benar atau
bahkan salah? Mari kita sama-sama mencari dan mencari tahu di balik hal
tersebut, dan mungkin kurangnya dari pemakalah bahwa matsnawi yang
dimaksudkan oleh Iqbal itu belum mendapatkan referensi lain saat ini.
Kembali pada pembahasan tentang ego. Salah satu filosof di Barat
yaitu Descartes yang mengemukakan tentang ego. Aktivitas ego menurut Iqbal pada
dasarnya bukan semata-mata berfikir seperti yang dikemukakan oleh Descartes,
akan tetapi berupa aktivitas kehendak seperti tindakan, harapan dan keinginan.
Tindakan-tindakan tersebut spontan yang terefleksikan dalam tubuh. Dengan kata
lain, tubuh adalah tempat penumpukan tindakan-tindakan dan kebiasaan ego. Ego
adalah sesuatu yang dinamis, ia mengorganisir dirinya berdasarkan waktu dan
terbentuk, serta didisiplinkan pengalaman sendiri. Setiap denyut pikiran baik
masa lampau atau sekarang, adalah satu jalinan tak
terpisahkan dari suatu ego yang mengetahui dan memeras ingatannya.[6] Watak esensial ego, sebagaimana konsepsi Islam adalah memimpin
karena ia bergerak dari amr (perintah) Ilahi. Artinya, realitas
eksistensial manusia terletak dalam sikap keterpimpinan egonya dari yang Ilahi
melaui pertimbangan-pertimbangan, kehendak-kehendak, tujuan-tujuan dan
apresiasinya. Oleh karena itu kian jauh jarak seseorang dari Tuhan maka kian
berkuranglah kekuatan egonya. Bagi Iqbal, agama lebih dari sekedar etika yang
berfungsi membuat orang terkendali secara moral. Fungsi sesungguhnya adalah
mendorong proses evolusi ego manusia dimana etika dan pengendalian diri menurut
Iqbal hanyalah tahap awal dari keseluruhan perkembangan ego manusia yang selalu
mendambakan kesempurnaan.
Iqbal juga menekankan bahwa kekekalan ego bukanlah suatu keadaan
melainkan proses. Maksud hal tersebut adalah untuk menyeimbangkan dua
kecenderungan yang berbeda dari bangsa Timur dan Barat. Mengingat sejarah Iqbal
yang berusaha untuk menkombinasikan apa yang dipelajarinya di Timur dan di
Barat, serta warisan intelektual Islam untuk menghasilkan reinterpretasi
pemahaman Islam, yang kebetulan ayahnya sendiri dikenal sebagai seorang ulama
di Sailkot. Bangsa Timur menyebut ego sebagai bayangan atau ilusi, sementara
itu Iqbal mengatakan bahwa Barat berada dalam proses pencarian sesuai dengan
karakteristik masing-masing. Dalam konteks inilah Iqbal terlebih dahulu
menyerang tiga pemikiran tentang ego, yaitu panteisme, empirisme, dan
rasionalisme.
Panteisme memandang ego manusia sebagai noneksistensi, sementara
eksistensi sebenarnya adalah ego absolute atau Tuhan. Namun apa kata Iqbal? Ia
menolak pandangan panteisme tersebut dan berpendapat bahwa ego manusia adalah
nyata. Aliran lain yang menolak adanya ego adalah empirisme, terutama yang
dikemukakan oleh David Hume yang memandang konsep ego itu yang poros
pengalaman-pengalaman yang datang silih berganti adalah sekadar penamaan
(nominalisme) ketika yang nyata adalah pengalaman-pengalaman yang datang silih
berganti dan bisa dipisahkan secara atomis. Iqbal tidak begitu setuju dengan
pendapat tersebut bahkan menolaknya dengan mengatakan bahwa orang tidak bisa
menyangkal terdapatnya pusat yang menyatukan pengalaman-pengalaman yang datang
silih berganti tersebut. Iqbal juga menolak rasionalisme Cartesian yang masih
melihat ego sebagai konsep yang diperoleh melalui penalaran dubium
methodicum[7]. Bahkan Iqbal juga menolak pendapat Kant yang mengatakan bahwa ego
yang terpusat, bebas dan kekal hanya dapat dijadikan bagi postulat bagi
kepentingan moral. Akan tetapi bagi Iqbal keberadaan ego yang unified,
bebas, dan kekal bisa diketahui secara pasti dan tidak sekedar pengandaian
logis. Adapun adanya ego atau diri yang terpusat, bebas, imortal bisa diketahui
secara langsung lewat intuisi.[8] Baiklah selanjutnya kita beralih ke pembahasan tentang konsep
penciptaan.
2.
Konsep
Penciptaan
Dalam penjelasan mengenai teori penciptaan Iqbal dalam bagian
ini, penulis mencoba mengutip langsung dari karya Iqbal yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Asrar-I Khudi; Rahasia-Rahasia Pribadi. Akan
tetapi, untuk menghindari dan tidak bermaksud untuk menghilangkan
pandangan-pandangan serta catatan-catatan penerjemahnya yang cenderung bersifat
subjektif, penulis berusaha memaparkan lansung terjemahan dari karya Iqbal agar
kita mendapatkan pemahaman lansung yang lebih dari pemikiran Iqbal. Perlu
diperhatikan, sebagian besar dari karya Iqbal berbentuk tulisan dalam
syair-syair atau puisi-puisi yang mempunyai nilai estetika yang cukup tinggi,
dan penulis kira, kita perlu memiliki pemahaman sastra yang baik untuk dapat
memahami isi dari pemikiran Iqbal tersebut.
Adapun syair
Iqbal yang akan dijelaskan mengenai teori penciptaan alam semesta, akan penulis
paparkan di bawah ini.
Alam Semesta berasal dari Pribadi (Khudi)
Bentuk
kejadian ialah akibat dari khudi
Apa
saja yang kau lihat ialah rahasia khudi
Bila
khudia bangkit pad kesadaran nyata
Dijelmakan
alam cita dan pikiran murni
Ratusan
alam terlikung dalam intisarinya
Menjelmakan
dirimu melahirkan yang nafi khudimu
Oleh
khudi tersemailah di luasan dunia bibit kemauan nyata
Mulanya
disangkanya dirinya lain dari dirinya
Dijelmakannya
dari dirinya bentuk-bentuk yang lain
Agar
memperkembang biak nikmat pertarungan
Dijatuhkannya
tenaga lengannya
Agar
disadarinya tenaganya sendiri
Tipuan
pada dirinya sendiri ialah intisari kehidupan
Penaka
kembang mawar khudi hidup oleh mandi dalam darahnya sendiri
Untuk
suatu kembang mawar dibinasakannya ratusan taman mawar
Dan
dinyatakannya ratusan keluh sangsai akan mencari sebuah lagu
Untuk
satu langit dijelmakannya ratusan cendera
Dan
bagi satu lafaz ratusan persilatan kata
Maaf
bagi kelimpahan himmah dan kebengisan ini ialah membentuk dan menyempurnakan
rohani
Kejuitaan
Shirin membenarkan gelisah Farhad
Harum
wangi kembang jeruk mengimbau harum muskus
Nasib
sang agas melontar diri dalam nyala pelita
Derita
sang agas dibenarkan oleh cinta
Pensil
khudi melukis ratusan kekinian
Agar
diwujudkannya fajar hari esok yang akan dating
Nyala
apinya membakar ratusan Ibrahim
Agar
kemilau lampu seorang Muhammad
Subjek,
objek, cara, sebab dan musabab
Semuanya
ada untuk maksud amal
Khudi
bangkit menyalakan, jatuh, gemilang dan bernafas
Membakar,
menyinari, berjalan dan lari memental
Luasan
waktu gelanggangnya
Langit
alunan abu di pertemuan jalannya
Dari
tetumbuhan mawar, dunia melimpah dalam mawar
Malam
menjelma oleh tidur, hari lahir oleh bangkit bangun
Dibaginya
nyala dan bara
Dan
diajarkannya yang budiman memuja sulit keadaan
Dipecahkannya
dirinya dan diciptakannya zarrah demi zarrah
Berpencar
dia sementara dan di wujudkannya tumpukan pasir
Lalu
menyatu padu dia kembali akan menjadi gunung-gunung
Inilah
fitrah khudi akan menjelmakan dirinya
Dalam
setiap zarrah bermukim kuasa khudi
Qudrat
yang belum menjelma dan tersembunyi
Membelenggu
sifat demi sifat yang melahirkan amal
Penaka
hidup di alam semesta berasal dari qudrat-qudrat khudi
Hayat
setimbang dengan kekuatan ini
Bila
setitik air menghafal ajaran khudi
Diwujudkannya
kejadian kosong ini menjadi mutiara
Anggur
semata tak berbentuk sebab khudinya lemah
Diperolehnya
bentuk oleh kerunia piala
Meski
piala anggu mengambil bentuk
Banyak
hutang budinya kepada kita untuk geraknya
Bila
gunung hilang padunya, dia menjadi tumpukan pasir
Dan
mengeluh, lautan meliputinya
Tapi
ombak selama terus menjadi ombak dalam lautan
Tetap
menjadi penunggang di punggung lautan
Cahaya
selamanya menjadi peminta-minta sejak mata mulai memandang
Dan
bergerak kian kemari akan mencari nan indah
Tetapi
sebagaimana rumput beroleh cara dalam ketumbuhan dirinya sendiri
Cita-citanya
memecah dada sang tamansari
Kandil
juga memadukan dirinya sendiri
Dan
didirikanya pribadinya dari kumpulan zarrah
Lalu
ditunjukannya kebiasaan menghancurkan diri dan lari dari dirinya
Sampai
akhirnya mengucur-lurut dia dari matanya sendiri, penaka air mata
Jika
alat pengasah lebih pasti dalam fitrahnya
Tidaklah
dia akan terus menderita luka
Tapi
karena diambilnya nilainya sendiri dari kemauan yang lain
Bahunya
akhirnya habis sirna oleh gesekan yang lain
Oleh
karena bumi berdasar kuat atas kejadian sendiri
Bulan
mengedarinya terus-terusan
Wujud
matahari lebih kuat dari wujud bumi
Itulah
sebabnya dunia pesona bagi mata sang surya
Kesyahduan
padang kemilau menangkap pandang kita
Gunung
kian hebat oleh keluhuranya
Bajunya
tertenun dari api
Asalnya
ialah bibit menjelma sendiri
Bila
kehidupan mengumpulkan tenaga dari khudinya
Sungai
kehidupan meluas ke dalam samudera raya[9]
Telah dipaparkan diatas terjemahan dari puisi Iqbal yang membahas
tentang penciptaan. Disini penulis mengalami sedikit kesulitan dalam memahami
terjemahan bahasa yang digunakan, terlebih bahasa yang digunakan bersifat
sastra dan sebagian katanya kurang mengandung unsur EYD. Akan tetapi, itu tidak
menurunkan semangat penulis untuk mencoba dan berusaha mengambil makna-makna
penting dari puisi Iqbal tersebut. Disini penulis akan mencoba menjelaskan dan
mesistematisasikan isi puisi dari Iqbal mengenai penciptaan.
Semua bentuk kejadian berasal dari khudi (Pribadi atau di dalam bahasa Farsi dan Urdu diartikan
sebagai Tuhan). Semua yang ada pada realitas merupakan rahasia-rahasia khudi. Ketika alam dan pikiran murni
diciptakan dalam “kesadaran” khudi,
maka alam-alam yang tercipta tersebut akan terhubung pada khudi. Dari khudi akan
memujud keluasan dunia yang berkemauan (kreativitas), dan akan memujud
bentuk-bentuk yang berkembang dan saling bersentuhan atau bergesekan. Dari
bentuk-bentuk (kembang mawar) yang
saling bergesekan akan membuat tenaga yang bersifat mandiri (mandi dalam darahnya sendiri). Untuk
suatu bentuk (kembang mawar), akan
mengambil suatu tempat atau ruang (taman
mawar) yang diringi dengan waktu (mencari
sebuah lagu). Dari sini akan membentuk “sebuah
langit”, dan dari langit tersebut akan membentuk banyak langit yang terus-
menerus menyempurna (menyempurnakan
keindahan rohani).
Dari kegiatan langit yang terus menyempurna akan “membentuk”
materi-materi (Kejuitaan Shirin
“membenarkan” Farhad). Dari materi yang memiliki daya ini, akan menarik (mengimbau) materi-materi lain yang memiliki daya (Harum wangi kembang jeruk “menghimbau” harum muskus). Kegiatan dari
tarik-menarik (nyala api) antara
materi-materi, akan membuat materi (sang agas) tersebut terlempar dan
mengalami keterseleksian (Nasib sang agas
melontar diri dalam nyala api. Derita sang agas dibenarkan oleh cinta).
Dari materi yang telah mengalami keterseleksian inilah, khudi sebagai daya kreatif (pensil
khudi) membentuk realitas-realitas kekinian agar dapat memujudkan
realitas-realitas yang akan datang (Pensil
khudi melukis ratusan kekinian. Agar diwujudkannya fajar hari esok yang akan
dating).
Ketika kegiatan tarik-menarik antara materi-materi (nyala api) bersentuhan dengan
potensi-potensi terciptanya manusia (Ratusan
Ibrahim), maka seiring dengan itulah manusia akan terwujud (Nyala apinya membakar ratusan Ibrahim. Agar
kemilau lampu seorang Muhammad). Pada diri manusialah dapat diketahi
subjek, objek, cara, sebab , dan musabab atau pengetahuan, yang semua bertujuan
untuk amal (Subjek, objek, cara, sebab,
dan musabab. Semuanya ada untuk maksud amal). Dalam proses penciptaan alam,
khudi berperan sebagai “designer” dalam keteraturan alam.
3. Moral
Filsafat Iqbal adalah filsafat yang
meletakan kepercayaan kepada manusia yang dilihatnya mempunyai kemungkinan yang
tak terbatas, mempunyai kemampuan untuk mengubah dunia dan dirinya sendiri,
serta mempunyai kemampuan untuk memperindah dunia. Hal itu di mungkinkan karena
manusia merupakan wujud penampakan diri dari Aku Yang Akbar.[10]
Dalam syair-syairnya sebagaimana
dinyatakan oleh harun nasution Iqbal mendorong umat islam supaya bergerak dan
jangan tinggal diam, intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup ialah
menciptakan, maka Iqbal berseru kepada umat islam supaya bangun dan menciptakan
dunia baru. Untuk keperluan ini umat islam harus menguasai ilmu dan teknologi,
dengan catatan agar mereka belajar dan mengadopsi ilmu dari barat tanpa harus
mengulangi kesalahan barat memuja kekuatan materi yang menyababkan lenyapnya aspek
etika dan spiritual.[11]
D.
Penutup
Dalam penutup
kali ini beberapa pertanyaan yang sempat
terlontarkan oleh pemakalah sebelum penulisan makalah ini sedikit terjawab.
Namun kami juga membaginya ke dalam dua, yaitu kesimpulan dari pembahasan
makalah ini dan saran untuk perbaikan ke depannya.
1.
Kesimpulan
Pembahasan tokoh
Muhammad Iqbal dirasa tidak bisa disimpulkan begitu singkatnya, karena amsih
banyak yang belum kami bahas dalam makalah ini. Namun sedikit menegaskan bahwa
dalam makalah ini bahwa tidak diragukan lagi pengaruh pena Iqbal dalam khazanah
pemikiran Islam luar biasa besarnya. Pengaruhnya tidak hanya di dunia Islam
Timur, tetapi non Islam di Timur dan Barat. Bahkan ia juga telah melakukan sintesis
pemikiran Timur dan Barat dengan kekhasan yang belum ada bandingannya.
2.
Saran
Teringat suatu
kata mutiara bahwa lidah lebih tajam daripada pedang, tak ubahnya dengan pena
yang digunakan dalam karya tulis itu lebih tajam pula daripada pedang. Sikap
yang baik adalah memanfaatkan apa-apa yang baik. Maka dengan demikian, kami
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih ada kekurangan dan kesalahan, yang
harus diperbaiki. Saran sangat kami harapkan dari pembaca untuk perbaikan
tulisan selanjutnya. Semoga apa yang di dapat dalam makalah ini bermanfaat dan
senantiasa mencari tahu lagi untuk mendalami khazanah ilmu pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Adian, Donny Gahral, Muhammad Iqbal: Seri Tokoh Filsafat,
TERAJU, Jakarta Selatan: 2003.
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Iqbal pukul 04.22, 26
September 2012.
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/pemikiran-muhammad-iqbal-islam-dinamis.html.
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi; Rahasia-Rahasia Pribadi, Bulan Bintang, Jakarta: 1976.
Mulyati, Sri,
(et.al), Mengenal dan Memahami: Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,
Kencana, Jakarta:, 2011.
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta:
1999.
[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Iqbal pukul 04.22, 26 September 2012.
[2] Nasution,
Hasyimsyah, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h.
182-184.
[3] Khudi arti
harfiahnya ego atau self atau individualitas.
[4] Nasution,
Hasyimsyah, Filsafat Islam, h.185-186.
[5] Mulyati, Sri,
(et.al), Mengenal dan Memahami: Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2011), h. 334.
[6] Adian, Donny
Gahral, Muhammad Iqbal: Seri Tokoh Filsafat, (Jakarta Selatan: TERAJU,
2003), cet. I, h. 78.
[7] Dubium
methodicum yang dikemukakan oleh Cartesian , isinya yaitu:
“semuanya bisa kuragukan kecuali adanya aku yang sedang ragu-ragu karena
meragukannya berarti mempertegas keberadaannya”. Dikutip dari buku Muhammad
Iqbal: Seri Tokoh Filsafat, yang ditulis oleh Donny Gahral Adian. Teringat
dengan pembahasan Semiotik Charles
Sanders Pierce yang dibahas oleh dosen kita, Bapak Faris Pari, bahwa
konsep tersebut kita kaitkan dalam kehidupan sehari-hari ketika kita merasa
ragu, berarti secara tidak langsung disadari bahwa kita sebenarnya yakin akan
keraguan itu dalam diri., begitupun sebaliknya . Maka dengan demikian bahwa
kita harus positif thinking itu
memang baru terasa.
[8] Adian, Donny
Gahral, Muhammad Iqbal: Seri Tokoh
Filsafat, cet. I, h.79-82.
[9] Muhammad
Iqbal, Asrar I Khudi; Rahasia-Rahasia Pribadi, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1976), h. 118-120.
[11]
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/pemikiran-muhammad-iqbal-islam-dinamis.html


0 komentar:
Posting Komentar